Pages

Thursday, October 24, 2019

Resesi Masih Momok Menakutkan di Asia Pasifik, Ini Buktinya

Jakarta, CNBC Indonesia - Pembicaraan soal ekonomi dunia yang melambat dan kemungkinan resesi sepertinya masih marak di dunia. Bahkan resesi masih menjadi momok di kalangan pebisnis di Asia Pasifik.

Dari survei terbaru J.P. Morgan terhadap top eksekutif dari 130 perusahaan global di wilayah Asia Pasifik, para pelaku bisnis menganggap prospek resesi global adalah risiko terbesar bagi perusahaan mereka dalam 6-12 bulan ke depan.


Ada sebanyak 30% CEO dan bendahara perusahaan yang mengatakan bahwa potensi resesi global adalah penyebab risiko terbesar bagi bisnis mereka. Selanjutnya yang menjadi perhatian mereka adalah dampak dari tarif perdagangan global (27%).

Hal ketiga yang menjadi kekhawatiran utama mereka adalah tentang perlambatan di pasar negara berkembang (24%) dan 10% dari mereka menyebut ancaman dunia maya sebagai kekhawatiran utama selanjutnya.

Terakhir, sebanyak 9% koresponden mengkhawatirkan masalah Brexit dan masa depan dari zona euro.

"Kekhawatiran atas dampak berbagai isu dalam lingkungan makro global menjadi pikiran utama para top CFO dan bendahara korporasi global," kata Oliver Brinkmann, kepala perbankan korporasi untuk Asia Pasifik di J.P. Morgan, dalam sebuah pernyataan. seperti dikutip dari CNBC International.

"Meski pandangan J.P. Morgan bukan untuk resesi saja, pertumbuhan diperkirakan akan melambat di kuartal mendatang, dengan perkiraan pertumbuhan global pada 2019 adalah 2,7% dan turun menjadi 2,5% pada 2020," tulisnya lagi.

Para ahli mengatakan bahwa kemungkinan resesi lain terjadi adalah "sangat tinggi" dalam 12 hingga 18 bulan ke depan. Meskipun ada tindakan dari pembuat kebijakan untuk mencegah hal tersebut.


Sebelumnya, pemimpin baru Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva menyampaikan pandangannya tentang kinerja ekonomi dunia ke depannya.

Ia memberi pandangan yang suram, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global akan turun ke tingkat terendah sejak awal dekade.

"Pada 2019, kami memperkirakan pertumbuhan yang lebih lambat di hampir 90% dunia. Ekonomi global sekarang berada dalam perlambatan yang tersinkronkan. Ini berarti bahwa pertumbuhan tahun ini akan turun ke tingkat terendah sejak awal dekade," kata Georgieva.

Namun, pandangan negatif itu bukan hanya dikeluarkan oleh mantan petinggi World Bank Group itu. David Malpass, yang menjadi presiden World Bank (Bank Dunia) pada bulan April, juga memperkirakan ekonomi global akan tumbuh 2,6% pada tahun 2019.

Menurutnya, ada berbagai alasan yang menyebabkan perlambatan ekonomi global, yaitu ketidakjelasan proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit, perang dagang antara Amerika Serikat dengan China, serta perlambatan di Eropa.

Oleh karenanya, Malpass menyarankan kepada negara-negara maju untuk menerapkan kebijakan pajak dan pengeluaran untuk menopang pertumbuhan. Sementara Georgieva menyarankan agar bank-bank sentral dunia memangkas suku bunga seperlunya saja dan meningkatkan belanja.

[Gambas:Video CNBC]

(sef/sef)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2JnLsrE
via IFTTT

No comments:

Post a Comment