Pages

Thursday, August 1, 2019

Indosat Tunjuk Dirut Baru hingga Rugi KRAS Naik 8 Kali Lipat

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Shaam Gabungan ditutup melemH sebesar 0,14% ke level 6.381,54 pada perdagangan Kamis kemarin (1/8/2019).

Laju IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah: indeks Shanghai jatuh 0,81%, indeks Hang Seng melemah 0,76%, indeks Straits Times terkoreksi 0,27%, dan indeks Kospi berkurang 0,36%.

Sentimen negatif bagi bursa saham Benua Kuning datang dari hasil pertemuan The Federal Reserve yang memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 2%-2,25%, menandai pemangkasan pertama sejak tahun 2008 silam. Keputusan The Fed kali ini tak sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar.

Sebelum perdagangan akhir pekan ini, Jumat (2/8/2019) dibuka, cermati aksi dan peristiwa emiten berikut ini yang dihimpun dalam pemberitaan CNBC Indonesia:

1.Al-Neama Jadi Dirut Indosat, Chris Kanter Komisaris
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Indosat Tbk (ISAT) atau Indosat Ooredoo resmi menetapkan Ahmad Abdulaziz Al-Neama sebagai Chief Executive Office (CEO) dan Direktur Utama Indosat, serta Chris Kanter sebagai komisaris.

Dalam RUPSLB yang digelar perseroan pada Kamis 1 Agustus pukul 14.00 WIB, agenda utama yang diatur memang soal persetujuan perubahan susunan Dewan Komisaris dan/atau Direksi Perseroan.

"Ahmad Abdulaziz Al-Neama telah bekerja di Ooredoo selama 15 tahun, beliau menjabat sebagai Chief Technology and Information Officer di Ooredoo Group sejak 2017. Bapak Ahmad juga menjabat sebagai Anggota Dewan Direksi Ooredoo Myanmar," tulis keterangan resmi ISAT, usai RUPSLB, Kamis (1/8/2019).

RUPSLB juga menerima pengakhiran masa jabatan Chris Kanter sebagai Direktur Utama Perseroan dan juga mengangkat Chris sebagai komisaris perseroan.

2.Eximbank Buka-Bukaan Strategi Tekan Kredit Macet yang Bengkak
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) terus berusaha menekan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) nett yang saat ini di level 10,39%. Lembaga yang dikenal dengan Indonesia Eximbank ini berupaya menekan NPL di bawah 5%.

Tren penurunan NPL yang cukup tajam sudah terjadi sejak akhir 2018 lalu, di mana NPL net LPEI di level 10,31%, padahal setahun sebelumnya, rasio NPL Eximbank masih di level 4,78%.

Direktur Eksekutif LPEI Sinthya Roesli menjelaskan, meningkatnya rasio NPL lantaran banyak nasabah yang tidak mampu membayar utangnya mengingat kondisi perekonomian global yang cukup tertekan sepanjang 2018. Dilihat secara sektor, penyumbang NPL terbesar adalah perindustrian, pertambangan dan kertas.

LPEI melaksanakan restrukturisasi melalui skema Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). "Ada akun yang tadinya current jadi NPL, contohnya adalah Duniatex. Menjaga NPL di bawah 5% butuh kerja keras," ungkap Sinthya Roesli, saat paparan kinerja perseroan di Jakarta, Rabu (31/7/2019).

3.Lapkeu Sempat Dipoles, Semester I Garuda Cetak Laba Rp 337 M
PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) akhirnya melaporkan kinerja semester I-2019, setelah sempat digoyang kabar kesalahan penyajian laporan keuangan tahun buku 2018.

Sepanjang semester pertama 2019 Garuda kembali mencatatakan untung senilai US$ 24,11 juta atau Rp 337,59 miliar (dengan asumsi kurs Rp 14.000/US$). Setelah pada kuartal I-2019 juga tercatat membukukan untung.

Laba bersih ini berhasil dikantongi setelah di periode yang sama tahun lalu perusahaan mencatatkan kerugian bersih senilai US$ 116,85 juta.

Pendapatan perusahaan naik tipis sebesar 9,74% secara year on year (YoY) menjadi US$ 2,19 miliar (Rp 30,70 triliun). Naik dari US$ 1,99 miliar (Rp 27,98 triliun).

4. Induk TVOne Cetak Rugi Rp 233 M
Induk usaha dari stasiun televisi tvOne dan ANTV, PT Visi Media Asia Tbk (VIVA), mengalami rugi bersih sebesar Rp 233,32 miliar selama semester I/2019. Nilai itu membengkak 14,35% dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 204,04 miliar.

Mengacu laporan keuangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), kinerja negatif tersebut terjadi seiring dengan turunnya pendapatan usaha sebesar 18,5%, dari Rp 1,37 triliun menjadi Rp 1,12 triliun. Sementara itu, beban usaha cenderung stagnan menjadi Rp 1,11 triliun.

Sebenarnya, emiten milik grup Bakrie ini meraih laba atas selisih kurs sebesar Rp 85,42 miliar, sementara tahun sebelumnya tercatat rugi Rp 213,76 miliar. Namun, terjadi peningkatan pada beban keuangan dan lain-lain masing-masing Rp 240,1 miliar dan Rp 49,95 miliar.

Rugi yang terjadi pada VIVA dalam beberapa tahun terakhir mengakibatkan defisiensi modal dengan defisit saldo laba sebesar Rp 1,33 triliun. Ekuitas yang yang tersisa pada akhir Juni sebesar Rp 1,48 triliun.

5.Semester I-2019, Rugi KRAS Bengkak 8 Kali Lipat
Emiten pelat merah yang sedang diselimuti berbagai prahara, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) mencatatkan penurunan pendapatan di paruh pertama tahun ini dan membuat kinerja keuangan perseroan semakin parah.

Sepanjang semester pertama 2019, pos pendapatan perusahaan anjlok 17,82% secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi US$ 702,05 juta atau setara Rp 9,83 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$). Pada semester I-2018, KRAS mencatatkan pendapatan sebesar Rp 11,96 triliun.

Beban pokok penjualan turun 10,06% YoY menjadi US$ 678,07 juta. Akan tetapi, proporsi pos beban ini terhadap total pendapatan justru naik, dari 88,25% menjadi 96,58%.

KRAS kembali membukukan rapor merah, dengan menorehkan kerugian mencapai US$ 134,95 juta atau setara Rp 1,89 triliun. Nilai tersebut membengkak dari periode yang sama tahun sebelumnya yang merugi US$ 16,01 juta atau setara Rp 224,17 miliar.

6. Sebelum Disalip 14 Tahun Lalu, Gudang Garam Raja Rokok RI
Performa keuangan produsen rokok, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) cukup memuaskan pada semester pertama tahun ini. Pasalnya, untuk pertama kalinya dalam 14 tahun, omzet GGRM berhasil menyalip pesaingnya, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP).

Pada semester I-2019, total pemasukan yang dibukukan oleh GGRM mencapai Rp 52,74 triliun, atau Rp 2,03 triliun lebih tinggi dari HMSP. Untuk diketahui, pada periode yang sama, HMSP mencatatkan total pemasukan sebesar Rp 50,72 triliun.

Gudang Garam pernah jadi raja rokok nasional, tetapnya sebelum tahun 2005, omzet GGRM lebih unggul dibandingkan HMSP, bahkan selisihnya bisa mencapai Rp 8 triliun.

Namun, pada tahun 2005, penjualan rokok perusahaan milik Philip Morris tersebut mulai menyalip penjualan GGRM. Kemudian seiring berjalannya waktu, HMSP memastikan emiten rokok yang berbasis di kediri tersebut akan sulit mengejar ketertinggalannya. (hps/hps)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2MA78mG
via IFTTT

No comments:

Post a Comment