Pages

Saturday, September 21, 2019

Kisah Babi Terkena Flu dan China yang Pusing Tujuh Keliling

Jakarta, CNBC Indonesia - Melonjaknya harga daging babi membuat masyarakat China resah. Ini dikarenakan daging babi merupakan salah satu kebutuhan penting mereka.

Kelangkaan daging babi terjadi karena penyakit flu babi Afrika (African swine fever/ASF). Meski tidak menulari manusia, penyakit ini membuat babi yang terkena penyakit dilakukan pembantaian massal di sentra peternakan China.

 

ASF pertama kali dilaporkan muncul di timur laut China pada Agustus 2018. Akibat hal ini banyak babi mati dan sudah dilakukan pemusnahan terhadap lebih dari 1 juta babi, yang berujung pada kelangkaan dan kenaikan harga. Harga babi di China melonjak hingga 46,2% pada Agustus. Di September ini, harga diprediksi akan kembali nak hingga 50%.

Kenaikan harga ini telah menyebabkan inflasi China naik ke level tertinggi dalam lebih dari satu tahun di bulan Mei. Indeks harga konsumen (IHK) mencapai 2,7%, menurut data Biro Statistik Nasional (NBS), dibandingkan 2,5% pada April. Ini adalah angka tertinggi sejak Februari 2018.

Namun, polemik terkait babi tersebut membuat AS dan China yang sebelumnya kerap berselisih, akhir-akhir ini kembali mesra. Bahkan China berencana membuka keran impor babi, yang sebelumnya ditutup akibat ketegangan kedua negara.

China resmi mengumumkan akan mengecualikan kenaikkan tarif untuk babi asal AS dan membuka pintu yang signifikan bagi produk pertanian AS ini. "Pasar China cukup besar dan ada potensi besar untuk mengimpor produk pertanian AS berkualitas tinggi," kutip South China Morning Post, melansir Xin Hua, Sabtu (14/9/2019).

Meningkatnya harga babi di China membuat kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia itu khawatir. Bahkan, pemerintah China menargetkan persoalan ini harus segera selesai sebelum ulang tahun ke-70 negara tersebut.

 

Sebagian babi yang diimpor akan masuk ke dalam cadangan pemerintah, ujar sumber itu. Meski demikian, belum ada target pasti berapa total impor AS, dari total 2 juta ton daging babi yang akan diimpor dalam setahun.

Sementara itu, selain babi, China juga mengecualikan tarif pada produk kedelai AS. Pada pekan ini, China juga menunda kenaikan tarif pada barang AS sampai tahun depan.

Kondisi itu juga memunculkan pertanyaan bagi Indonesia, apakah Indonesia punya persoalan yang sama, terutama untuk urusan ekspor dan impor babi ternak. Sebagai negara, yang mana daging babi bukan kebutuhan mayoritas penduduk, di atas kertas catatan soal produksi, populasi, ekspor, dan impor ternak babi cukup positif. Bahkan Indonesia surplus perdagangan untuk babi ternak. Di sisi lain, catatan impor produk olahan babi memang cukup tinggi dibandingkan yang diekspor.

Berdasarkan catatan Kementerian Pertanian (Kementan), Indonesia mampu mengekspor babi ternak cukup besar dibandingkan impor sehingga surplus perdagangan. Catatan 2017, ekspor babi ternak mencapai 28 ribu ton senilai US$ 59,9 juta. Sedangkan impornya pada tahun yang sama nyaris tak ada catatan.

Impor babi ternak pada tahun-tahun sebelumnya minim, tertinggi terjadi pada 2015 dan 2016, volume impor babi ternak masing-masing 350 kg dan 491 kg, dengan nilai masing-masing US$ 64 ribu dan US$ 3.849.

Impor tertinggi terjadi pada 2016 selama 6 tahun terakhir, yaitu sebanyak 1.400 ton dengan nilai US$ 4,2 juta. Namun, secara keseluruhan perdagangan babi ternak dan produk babi ternak Indonesia masih surplus.

Populasi babi ternak di Indonesia trennya bertambah, pada 2014 tercatat 7,6 juta ekor, lalu pada 2018 tercatat 8,5 juta ekor. Produksi daging babi juga mengalami hal yang sama, pada 2014 tercatat 302 ribu ton, pada 2018 tercatat 327 ribu ton. Artinya Indonesia tak ada masalah soal pasokan, berbeda dengan China yang mengalami sebaliknya.

Namun begitu, China bukanlah satu-satunya negara yang dipusingkan masalah babi ini. Negara-negara seperti Jepang, Vietnam, Filipina, Australia dan Eropa juga menghadapi kenaikan harga daging babi akibat flu babi Afrika.

 

 

(gus/gus)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2M5oTIE
via IFTTT

No comments:

Post a Comment