Pages

Wednesday, October 23, 2019

Kabinet Baru, Industri Rokok Siap-siap Turbelensi

Jakarta, CNBC Indonesia - Hari pertama setelah pelantikan kabinet Indonesia Maju, pemerintah resmi mengesahkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang baru akan berlaku pada 1 Januari 2020.

Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/PMK.010/2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.


Ketua Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo mengatakan peraturan itu akan menimbulkan gejolak atau turbelensi pada industri tembakau dan rokok secara luas.

"Karena industri ini satu kesatuan, dari hulu ke hilir. Ketika ada kebijakan yang tidak baik di tingkat hilir, maka akan berimbas ke hulu. Memang kalau petani itu kan tidak langsung berdampak. Tapi, nanti serapan dari petaninya juga akan terganggu," ujar Budidoyo saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (23/10/2019).

Adapun tarif CHT Sigaret Keretek Mesin (SKM) naik sebesar 23,29%, Sigaret Putih Mesin (SPM) naik 29,95%, dan Sigaret Keretek Tangan (SKT) atau Sigaret Putih Tangan naik 12,84%.

Kenaikan cukai tembakau itu kata Budidoyo dinilai tidak rasional, karena akan berimbas kepada bekurangnya masyarakat dalam membeli rokok dan pada akhirnya bisa berdampak pada maraknya rokok-rokok ilegal.

Seharusnya, lanjut Budidoyo, kenaikan cukai tembakau dihitung berdasarkan dari inflasi yang sebesar kurang lebih 3,5% ditambah dengan pertumbuhan ekonomi yang berada pada kisaran 5,5%. Artinya, kenaikan cukai rokok itu disarankan hanya naik 9% saja.

"Itu lah yang cukup realistis. Artinya kalau dari kita [industri tembakau] itu memerhitungkan daya beli. Alih-alih alasannya untuk menekan turbelensi pembelian rokok, tapi apakah itu cukup efektif? Yang kita juga khawatirkan nanti melonjaknya rokok-rokok ilegal," ujarnya.

Lebih dari itu, dampaknya bisa menjalar terhadap pemecatan pegawai yang bekerja pada industri rokok. Budidoyo mengatakan, bahwa jenis rokok yang banyak di pasaran saat ini yakni berjensi Sigaret Keretek Tangan (SKT) atau Sigaret Putih Tangan.

Dia mencontohkan apabila ada kenaikan cukai sebesar 5% saja pada cukai SKT, hal itu tentu akan membuat beban produksi meningkat dan pada akhirnya bisa merumahkan 7.000 karyawannya.

"Kalau misalnya ada kenaikan atau penurunan produksi, sebesar 5% di SKT itu, itu bisa mengakibatkan pemutusan kerja sampe 7.000 karyawan. Itu mestinya yang harus dihitung," kata dia.

Sementara, dalam bleid PMK 152/2019 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang baru saja diterbitkan itu, tarif CHT pada SKT naik 12,84% per 1 Januari 2020. Artinya potensi pemecatan karyawan pada industri rokok bisa melonjak lebih tinggi dari 7.000 karyawan.

[Gambas:Video CNBC]

(sef/sef)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/31IS4XG
via IFTTT

No comments:

Post a Comment