Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, pihaknya telah menggeledah 4 lokasi dalam rangka penyidikan kasus ini. Penggeledahan dilakukan pada 5 dan 6 September 2019.
"Dari penggeledahan tersebut KPK menyita dokumen pengadaan dan data aset. Dikarenakan dugaan penerimaan suap cukup signifikan maka KPK akan terus berupaya melakukan penelusuran dan asset recovery," ujar Laode dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Lokasi yang digeledah adalah :
- Rumah yang beralamat di Jl. Pramukasari 3, Jakarta, 10570.
- Rumah yang beralamat di Komplek Ligamas, Pancoran, Jakarta Selatan.
- Apartemen yang beralamat di Salemba Residence, Jakarta Pusat.
- Rumah yang beralamat di Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat.e. Rumah yang beralamat di Jl. Cisanggiri II Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
"Penyelidikan tersebut dilakukan dengan sangat hati-hati dan cermat. Pada tahapan itu telah dilakukan permintaan keterangan terhadap 53 orang saksi dan dipelajari dokumen dari berbagai instansi serta koordinasi dengan beberapa otoritas di lintas negara," tutur Laode.
Mengapa mesti lintas negara? Laode menjelaskan, dalam perkara ini ditemukan bagaimana alur suap dilakukan lintas negara dan menggunakan perusahaan 'cangkang' di yurisdiksi asing yang masuk dalam kategori tax haven country.
Awalnya, dengan target menciptakan ketahanan nasional di bidang energi, PT Pertamina (Persero) membentuk fungsi Integrated Supply Chain (ISC) yang bertugas melaksanakan kegiatan perencanaan, pengadaan, tukar menukar, penjualan minyak mentah, intermediasi, serta produk kilang untuk komersial dan operasional.
Untuk mendukung target tersebut, Pertamina kemudian mendirikan beberapa perusahaan subsidiary yang dimiliki dan dikendalikan penuh, yakni Pertamina Energy Trading Limited (Petral) yang berkedudukan hukum di Hong Kong, dan Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES) yang berkedudukan hukum di Singapura.
"Petral tidak punya kegiatan bisnis pengadaan dan penjualan yang aktif. Sedangkan PES menjalankan kegiatan bisnis utama yaitu pengadaan dan penjualan minyak mentah dan produk kilang di Singapura untuk mendukung perusahaan induknya yang bertugas menjamin ketersediaan BBM secara nasional," tutur Laode.
Sehingga, pihaknya pun harus bersusah payah berkorespondensi dengan otoritas di dua negara tersebut untuk mengumpulkan berbagai bukti relevan.
Untungnya, lanjut Laode, meski berlangsung lama, otoritas Hong Kong dan Singapura mau bekerja sama dengan KPK.
"Alhamdullilah, pihak-pihak yang kami mintai keterangan itu mau berikan informasi aliran barang bukti. Otoritas Hong Kong dan Singapura untungnya mau kerja sama, karena memang dari dulu kami semua sudah kerja dengan mereka dengan baik," imbuhnya.
Lalu, setelah Bambang, siapa tersangka berikutnya?
Laode mengatakan, pihaknya belum bisa membeberkan detil pemeriksaan lanjutannya seperti apa. Namun, yang pasti, ia menegaskan akan terus mengusut kasus ini, dan memberikan informasi terkini.
"Saya tidak bisa sebutkan nama, tapi yang pasti kami akan berikan update (kasus Petral). Semua pihak yang berhubungan dengan PES, Petral, ENOC (Emirates Oil Company), dan Kernel Oil akan kami periksa," tegasnya.
Di sisi lain, KPK mengajak semua pihak untuk mengawal penanganan perkara ini. KPK menilai kasus ini merupakan salah satu perkara yang menarik perhatian publik terutama setelah Presiden Joko Widodo membubarkan Petral.
Lebih lanjut, ia mengatakan, dalam proses penyelidikan, banyak dorongan dan suara yang pihaknya dengar agar KPK terus mengungkap kasus ini. KPK, lanjut Laode, tentu tetap harus melaksanakan tugas secara hati-hati dan cermat dan baru dapat menyampaikan informasi pokok perkara setelah naik ke tahap penyidikan.
"Selain itu, jika masyarakat memiliki informasi terkait mafia migas, silakan disampaikan ke KPK untuk dapat kami pelajari lebih lanjut," ujarnya.
Pihaknya juga berharap, semoga perkara ini dapat menjadi kotak pandora untuk mengungkap skandal mafia migas yang merugikan rakyat Indonesia.
KPK Bongkar Mafia Migas
"Bukan tidak mungkin kasus-kasus korupsi dengan nilai yang besar dan dilakukan oleh pejabat tinggi ataupun pihak swasta akan lebih sulit atau tidak mungkin tersentuh jika KPK terus dilemahkan," tutupnya. (hps/hps)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/32ESaQX
via IFTTT
No comments:
Post a Comment