Hari ini pun pasar keuangan kembali diprediksi akan sumringah di tengah langkah China mengecualikan 26 jenis barang impor dari AS yang sebelumnya akan dibebankan kenaikan tarif impor balasan.
Sejak awal perdagangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sibuk tiarap dan tidak melepas garis penutupan pasar kemarin, sehingga membuat pergerakan sepanjang sesi 1 tidak banyak.
Pada sesi dua, pergerakan IHSG naik lebih signifikan dibanding sesi pagi dan semakin menggila 1 jam menjelang penutupan pasar hingga akhrinya ditutup di pucuk 0,71% ke level 6.381,95, menandai penguatan selama 6 hari tanpa putus.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendongkrak kinerja IHSG di antaranya: PT Astra International Tbk/ASII (+3,75%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+1,43%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,73%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+5,91%), dan PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+1,46%).
Total transaksi yang dibukukan kemarin Rp 8,85 triliun, di mana investor asing masih membukukan aksi beli bersih (net foreign buy) di pasar reguler Rp 114,21 miliar dan sedikit meredakan akumulasi aksi jual bersih asing sejak awal tahun yang masih Rp 11,3 triliun.
Kemarin, hanya indeks sektor barang konsumsi yang melemah yaitu -0,11%, sedangkan dua indeks sektoral yang paling perkasa adalah properti dan aneka industri masing-masing 1,57% dan 3,09%.
Penguatan di pasar saham ternyata tidak serta-merta terjadi di pasar obligasi rupiah yang justru loyo duluan kemarin, begitu juga dengan mata uang Garuda. Hasil lelang SUN rutin yang tinggi pada Selasa ternyata tidak mampu memperpanjang tren reli dan mengikuti arah IHSG di pasar 'sebelah'.
Kemarin, satu dari empat seri acuan di pasar yang harganya paling tertekan kemarin adalah FR0077 bertenor 5 tahun yang mengalami kenaikan tingkat imbal hasil (yield) sebesar 1,6 basis poin (bps) menjadi 6,68%. Besaran 100 bps setara 1%.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Meskipun tipis-tipis, rupiah sah jika dinilai melemah kemarin, setelah menguat tajam di awal pekan Rp 14.025 per dolar AS dari posisi akhir pekan lalu Rp 14.090 per dolar AS. Pergerakan rupiah yang relatif malas gerak (mager) karena terbatasnya rentang pergerakan, ditutup pada Rp 14.055 per dolar AS dan tercatat melemah 0,07%. Koreksi itu sejalan dengan mayoritas mata uang Benua Kuning lain.
Pergerakan indeks dolar (USDX atau istilah lainnya DXY) yang mencerminkan lihainya dolar AS di hadapan enam mata uang utama lain dunia kemarin menjadi salah satu alasan pelemahan rupiah. USDX naik menjadi 98,62 semalam, dari posisi penutupan hari sebelumnya 98,25.
BERLANJUT KE HAL 2
(irv)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2ZSMqpa
via IFTTT
No comments:
Post a Comment