Dalam laporan bertajuk 'Risks from Leveraged Corporates Grow as Macroeconomic Conditions Worsen' tersebut, Moody's meneliti resiko kredit dari 13 negara di kawasan Asia Pasifik, di mana Indonesia dan India menjadi negara yang terpapar resiko gagal bayar atas utang perusahaan paling tinggi.
Sebelas negara lainnya yang juga turut di Analisa resiko kreditnya termasuk, Australia, China, Hong Kong, Jepang, Korea, Malaysia, Selandia Baru, Australia Singapura, Taiwan, dan Thailand.
Moody's beranggapan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan tensi geopolitik menjadi momok yang dapat menekan pemasukan perusahaan dan berujung pada melemahnya kemampuan perusahaan untuk membayar utang-utangnya.
"Tingkat gagal bayar (default) perusahaan di Asia Pasifik sejauh ini rendah, dibantu oleh suku bunga yang rendah dan kondisi pendanaan yang menguntungkan. Namun, meningkatnya ketegangan perdagangan dan geopolitik membebani ekonomi global dan rantai pasokan, di tengah pertumbuhan ekonomi yang sudah melambat," ujar Rebaca Tan, Asisten Wakil Presiden Moody's.
Lebih lanjut, sejatinya rasio utang korporasi Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) memiliki angka terendah dibanding negara-negara lainnya. Demikian pula rasio utang terhadap pendapatan perusahaan sebelum pajak, bunga, dan depresiasi (EBITDA) juga cukup aman.
Ini mengingat 47% utang korporasi di Indonesia memiliki skor rasio utang terhadap EBITDA berada di bawah 4. Angka ini jauh lebih baik dibanding 11 negara lainnya.
Meskipun demikian, profil utang korporasi Indonesia sangat buruk karena kemampuan membayar utangnya menurun.
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA) (dwa/dwa)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2mrL2rX
via IFTTT
No comments:
Post a Comment