Indikator Ketahanan eksternal biasanya tercermin dalam transaksi berjalan (current account). Transaksi berjalan dalam salah satu pos dalam neraca pembayaran yang berisikan arus devisa dari ekspor-impor barang dan jasa.
Devisa dari pos ini dipandang lebih tahan lama (sustainable) ketimbang kamar sebelah yaitu transaksi modal dan finansial yang didominasi oleh investasi portofolio di sektor keuangan alias hot money. Jadi tidak heran kondisi transaksi berjalan menjadi penting bagi stabilitas nilai tukar mata uang.
"Kondisi ekonomi saat ini sedang melemah, risiko resesi pada ekonomi global meningkat. Cara yang paling baik adalah memperbaiki transaksi berjalan, juga memperbaiki aliran portofolio," kata Rodrigo Chavez, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, usai pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (JokowI), Senin (2/9/2019).
Pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama sejumlah menteri Kabinet Kerja berlangsung Senin (2/9/2019). Dalam pertemuan yang digelar secara tertutup itu, Bank Dunia dan pemerintah Indonesia membahas berbagai upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi eskalasi ekonomi global yang makin tak menentu.
Rodrigo memandang, fundamental ekonomi makro Indonesia memang saat ini cukup solid terutama dari berbagai upaya pembangunan infrastruktur hingga menarik aliran investasi asing masuk ke Indonesia.
Ia menegaskan cara paling ampuh untuk menggenjot ekonomi di tengah ketidakpastian global adalah memperbaiki defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) dengan penanaman modal asing.
"Cara itu paling baik untuk menambah modal juga memperbaiki aliran portofolio. Pemerintah perlu memberikan kredibilitas yang dibutuhkan dalam FDI. Aturan mainnya harus jelas, memenuhi aspek kepatuhan terhadap aturan yang berlaku," jelasnya.
Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan berada sedikit di atas angka 5%, atau tak jauh berbeda dengan proyeksi Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu yang lalu.
"Tantangan tahun depan bakal tetap bergantung pda ekonomi global, komoditas ekspor impornya," tegasnya.
Sudah lama Indonesia menderita 'penyakit' defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD), tepatnya sejak 2011. Puncaknya terjadi pada kuartal II-2014, di mana kala itu defisit mencapai 4,26% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Saat transaksi berjalan defisit, maka nilai tukar rupiah cenderung melemah. Terlihat sejak 2011 mata uang Tanah Air cenderung terdepresiasi di hadapan dolar Amerika Serikat.
Ini bukan kali pertama Bank Dunia menyarankan agar Indonesia memperbaiki masalah defisit transaksi berjalan. Dalam laporan Indonesia - Current Account Assessment 2015, isu tersebut sudah digaungkan.
Laporan itu menyebutkan, ada beberapa faktor yang membuat Indonesia terjebak dalam defisit transaksi berjalan. Pertama adalah ekonomi Indonesia terus tumbuh sehingga mau tidak mau ada tekanan impor. Kedua, investasi terus tumbuh tetapi kemampuan pembiayaan domestik begitu-begitu saja.
Ketiga, ekspor Indonesia suka tidak suka terpukul akibat larangan ekspor mineral mentah yang diterapkan sejak 2014, sesuai amanat UU Mineral dan Batu Bara. Ternyata sampai saat ini ketergantungan Indonesia terhadap ekspor komoditas masih sangat besar, belum bisa move on juga.
CAD Bisa Jadi Ancaman Serius Ekonomi Indonesia
Pada Januari-Juli 2019, ekspor bahan bakar mineral menyumbang 15,1% terhadap total ekspor nasional. Sumbangan tersebut menjadikan ekspor bahan bakar mineral menjadi yang nomor satu.
Penurunan ekspor mineral mentah akibat kebijakan pemerintah membuat impor seng ada lawan. Akibatnya, transaksi berjalan pun tertekan.
Kini, Bank Dunia kembali mengingatkan bahwa Indonesia perlu menjaga transaksi berjalan. Ada baiknya Indonesia belajar dari Thailand, yang punya transaksi berjalan surplus sehingga ekonominya berdaya tahan tinggi. (hps/hps)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2ULuyYx
via IFTTT
No comments:
Post a Comment