Pada perdagangan hari Kamis (22/8/2019) pukul 08:30 WIB, harga emas kontrak pengiriman Desember di bursa New York Commodities Exchange (COMEX) terkoreksi 0,3% US$ 1.511,1/troy ounce (Rp 680.237/gram).
Adapun harga emas di pasar spot melemah 0,16% menjadi US$ 1.499,6/troy ounce (Rp 675.061/gram).
Di sesi perdagangan hari sebelumnya (21/8/2019), harga emas COMEX stagnan sementara di pasar spot terkoreksi 0,3%.
Sentimen negatif terkait kondisi perekonomian global yang mulai surut membuat investor berhenti sejenak dalam membeli aset-aset safe haven, termasuk emas.
Kemarin Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengatakan hal yang positif (lagi) terkait dialog dagang dengan China. Selai itu dirinya juga terus mendesak Bank Sentral AS, The Fed, untuk memangkas suku bunga lebih dalam.
"Kami melakukan perundingan dagang yang bagus dengan China dan yang lainnya. Satu-satunya masalah yang kita [AS] punya adalah Jay dan The Fed. [...] . Ekonomi AS akan melesat jika dia melakukan hal yang benar. Pangkas [suku bunga acuan] besar-besaran," tulis Trump melalui akun Twitter pribadinya.
Setidaknya untuk sementara pelaku pasar tidak dibuat grogi oleh perang dagang. Masuk ke instrumen berisiko tampak lebih aman, sehingga emas ditinggalkan.
Meski demikian, pelaku pasar juga masih mencermati agenda ke depan guna mendapatkan gambaran yang jelas tentang kebijakan moneter The Fed.
Dini hari tadi, The Fed merilis risalah (minutes of meeting/MOM) rapat Komite Pengambil Kebijakan (FOMC) edisi bulan Juli.
Namun dalam risalah tersebut pelaku pasar tidak mendapat kejutan apapun. Pasalnya dalam risalah tersebut disebut bahwa The Fed sepakat pemangkasan suku bunga acuan (Federal Fund Rate/FFR) sebesar 25 basis poin pada bulan Juli bukanlah indikasi awal dari era pemangkasan suku bunga.
Hal itu sebelumnya sudah disampaikan oleh Gubernur The Fed, Jerome 'Jay' Powell, pasca rapat FOMC bulan Juli.
Namun itu terjadi sebelum Trump memutuskan untuk mengenakan tarif baru sebesar 10% atas produk China senilai US$ 300 miliar.
Trump mengumumkan rencana tarif tersebut pada awal bulan Agustus. Awalnya dia berencana mengenakan tarif tersebut mulai 1 September. Namun karena tidak bisa mengorbankan konsumsi yang tinggi menjelang Hari Natal, pengenaan tarif diundur menjadi 15 Desember.
Adanya potensi eskalasi perang dagang boleh jadi membuat The Fed mengubah arah kebijakannya. Sebab, alasan untuk memangkas suku bunga lebih dalam semakin banyak.
Mulai hari Kamis (22/8/2019) hingga Sabtu (24/8/2019), The Fed akan menggelar simposium Jackson Hole. Simposium mengundang pihak-pihak terkait seperti perbankan dan pelaku usaha dan membahas tentang kondisi perekonomian. Biasanya pelaku pasar bisa membaca tindak-tanduk pejabat The Fed untuk meramal sikap (stance) bank sentral ke depan.
"Bila mereka [The Fed] berbicara mengenai pemangkasan suku bunga hingga akhir tahun, [harga] emas bisa kembali menanjak. tapi bila mereka berkata 'wait and see', [harga] emas kemungkinan akan turun," ujar Bob Haberkorn, strategist pasar senior RJO Futures, dikutip dari Reuters.
Sebagaimana yang diketahui, penurunan suku bunga acuan The Fed (Federal Fund Rate/FFR) akan menyebabkan dolar AS kebanjiran likuiditas. Mata uang Negeri Paman Sam pun akan punya kecenderungan melemah.
Dalam kesempatan itu, emas akan menjadi semakin menarik untuk investor. Pasalnya saat ini transaksi emas di pasar global dilakukan dengan dolar AS. Kala dolar melemah harga emas juga makin murah bagi pemegang mata uang lain.
(Asumsi Kurs; 1 US$=Rp 14.000)
TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/taa)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2P8iGAy
via IFTTT
No comments:
Post a Comment