Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Tresuri dan Internasional BNI Bob Tyasika Ananta. Menurutnya, Duniatex sejak Agustus telah terlambat bayar cicilan kredit hingga masuk dalam kolektibilitas 2.
"Duniatex ini sampai Juni kemarin sih bayar. Tapi kemudian di Agustus masukkan ke kolektibilitas 2. Eksposurnya Rp 500 miliar, ga gede," kata Bob di Menara BNI, Jumat (30/8/2019).
Sebagai informasi, kesulitan keuangan Duniatex Group ini muncul setelah adanya dugaan gagal bayar Duniatex karena menunda pembayaran kewajiban bunga atas obligasi senilai US$ 260 juta milik anak usahanya, yakni PT Delta Dunia Sandang Tekstil (DDST).
Selain itu, penyelesaian kontrak berjangka berbasis dolar AS yang dimiliki perusahaan juga membuat alur kas keluar semakin tipis, di mana ini juga berkontribusi untuk membatasi kemampuan perusahaan membayar kewajiban utang dalam 3 bulan ke depan.
Kemarin, Kamis (29/8/2019) lembaga pemeringkat global, Fitch Ratings, kembali menurunkan peringkat utang PT Delta Merlin Dunia Textile atau DMDT, anak usaha Grup Duniatex, ke 'CC' dari sebelumnya 'CCC'. Surat utang global senior perusahaan juga diberikan peringkat yang sama.
Pemangkasan peringkat ini melanjutkan langkah Fitch pada 24 Juli 2019 yang menurunkan peringkat utang Duniatex sebanyak 3 level dari 'B-' ke 'CCC-'.
Fitch menyatakan penurunan peringkat kali ini mencerminkan masalah likuiditas perusahaan yang sangat tinggi dan berpotensi gagal bayar (default). Pasalnya, besar kemungkinan Duniatex tidak akan mampu memenuhi kewajiban pembayaran utang perusahaan dan penyelesaian kontrak berjangka yang akan jatuh tempo pada kuartal ketiga tahun ini.
Duniatex merupakan pabrik tekstil asal Solo, yang juga kota kelahiran dan kampung halaman Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dari sisi ukuran, Duniatex memang perusahaan yang lebih besar dibandingkan dengan catatan aset perusahaan tekstil asal Solo lain, yaitu PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL).
Aset Duniatex yang terdiri dari enam perusahaan utama memang bukan tandingan bahkan bagi gabungan dari SRIL dan emiten tekstil lain di bursa yaitu PT Pan Brothers Tbk (PRBX) sekalipun. Satu lagi perusahaan tekstil yang lumayan besar dan tercatat di bursa adalah PT Indorama Synthetics Tbk (INDR).
Kelompok usaha tekstil terbesar di Solo tersebut beraset Rp 37,85 triliun pada tahun lalu, sedangkan aset SRIL, INDR, dan PBRX masing-masing hanya US$ 1,36 miliar (Rp 19,76 triliun), US$ 805 juta (Rp 11,66 triliun), dan US$ 579 juta (Rp 8,39 triliun) pada periode yang sama.
Dari sisi produksi, OM surat utang global DMDT juga menunjukkan karyawan grup usahanya lebih dari 50.000 orang dengan tiga lini bisnis dasar industri tekstil.
Duniatex mengklaim merupakan produsen tekstil terbesar di Indonesia. Namun belum ada kepastian apakah Duniatex yang terbesar.
Saksikan Video Lembaga Keuangan Terseret Getah Duniatex
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2zHB3BE
via IFTTT
No comments:
Post a Comment