Pages

Wednesday, November 6, 2019

Maaf Isu Lingkungan Belum Laku, Trump Masih Cinta Batu Bara

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah AS sepertinya makin 'serius' untuk meninggalkan isu perubahan iklim. Bukan hanya menarik diri dari Paris Agreement (Perjanjian Paris), AS juga dikabarkan akan melonggarkan birokrasi terkait bisnis batu bara.

Melalui Badan Perlindungan lingkungan (EPA) pejabat pemerintahan Presiden Donald Trump dikabarkan mulai mengkaji proposal untuk memberi banyak ruang bagi perkembangan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan batu bara. PLTU sebelumnya dibatasi selama pemerintahan Presiden Obama.


"Proposal baru ini ... bakal mengurangi beban berat pada produsen listrik di seluruh negeri," tulis Los Angeles Times mengutip pejabat EPA Andrew Wheeler.

Proposal ini dipublikasikan dalam website resmi EPA. Salah satu poin dalam revisi aturan itu terkait abu batu bara (coal ash) yang merupakan sisa dari hasil pembakaran batu bara.

Berbeda dengan aturan sebelumnya, coal ash bakal bisa digunakan kembali untuk kepentingan perusahaan termasuk PLTU dan infrastrukturnya. Rencana penutupan lubang-lubang galian yang tercemar juga bakal mundur dari jadwal.

Proposal baru ini juga akan memberi batas waktu hingga 2028 bagi perusahaan untuk mengimplementasikan standar kebijakan pengolahan limbah yang baru. Menurut EPA, proposal yang tengah digarap bakal memangkas biaya produksi hingga US$ 175 miliar per tahun.

Diharapkan peraturan ini bisa memberi keuntungan pada industri batu bara AS. Kini industri ini tengah dilanda kebangkrutan karena kalah bersaing dengan gas dan energi terbarukan.

Langkah pemerintahan Trump ini tentu mengundang kritik dari sejumlah lembaga penggerak lingkungan. Earthjustice, merujuk pada laporan yang dihasilkannya Proyek Integritas Lingkungan, menunjukkan bahwa sebagian besar pembangkit listrik tenaga batu bara memiliki tingkat racun yang tidak aman di air tanah terdekat.

"Alih-alih memperhitungkan data itu, aturan-aturan seharusnya dibuat lebih kuat. Administrasi ini telah menutup mata terhadap fakta," kata Thomas Cmar, seorang pengacara untuk Earthjustice.

"Proposal ini juga memberi risiko pada suplai Air AS," tulis Reuters mengutip lembaga itu.

Sebelumnya, di Senin lalu, pemerintah Trump mengajukan dokumen ke PBB untuk menarik diri dari Perjanjian Paris. Tujuannya adalah untuk memperkuat birokrasi bagi entitas bisnis di AS.

Jika benar keluar, AS akan menjadi satu-satunya negara yang berada di luar perjanjian itu. Perjanjian ini sendiri di tanda tangani 55 negara anggota yang tergabung dalam united Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC).

Sebelumnya, dalam kampanye Trump memang berjanji akan membatalkan perjanjian itu. Menurutnya, Perjanjian Paris merugikan ekonomi AS. Perjanjian Paris telah mengekang industri listrik, mobil dan sektor pengeboran minyak dan gas.

[Gambas:Video CNBC]

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/33mRIaU
via IFTTT

No comments:

Post a Comment