Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2019 tampaknya bukan periode yang baik bagi Sriwijaya Air, maskapai kelas medium yang pertama kali terbang di jagad Nusantara pada 10 November 2003. Maskapai penerbangan yang didirikan oleh Chandra Lie, Hendry Lie, Johannes Bunjamin, dan Andy Halim ini bertubi-tubi didera persoalan.
Utang
Masalah pertama, utang perusahaan yang menggunung. Sebelum terjadi kerja sama antara Garuda Indonesia Group dan Sriwijaya, maskapai ini punya beban tanggungan ke beberapa BUMN yang bisa dibilang besar sebagaimana diungkapkan Kementerian BUMN.
Beberapa kewajiban itu, mengacu data yang diperoleh, di antaranya PT Pertamina (Persero) sebesar Rp 942 miliar, PT GMF AeroAsia Tbk (GMFI) atau anak usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) sebesar Rp 810 miliar, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) sebanyak Rp 585 miliar, utang spare parts US$ 15 juta, dan kepada PT Angkasa Pura II (Persero) Rp 80 miliar, serta PT Angkasa Pura I (Persero) sebesar Rp 50 miliar.
Mengutip laporan keuangan konsolidasi Garuda Indonesia per Juni 2019 lalu, total piutang grup ini ke Sriwijaya Air bernilai sebesar US$ 118,79 juta atau setara dengan Rp 1,66 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$).
Jumlah ini meningkat dua kali lipat dari akhir Desember 2018 yang senilai US$ 55,39 juta (Rp 775,55 miliar).
Besarnya beban itu mendorong terjadinya kerja sama pada 19 November 2018 dan pemegang saham Sriwijaya menyerahkan operasional maskapai itu kepada Garuda Indonesia.
Selanjutnya, kerja sama KSO (kerja sama operasional) diubah menjadi KSM (kerja sama manajemen) sebagai antisipasi agar kerja sama keduanya tak 'disemprit' Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU).
Namun belakangan, KSM pun akhirnya tak harmonis. Ketegangan kedua grup ini memuncak ketika Dewan Komisaris Sriwijaya Air memutuskan untuk melakukan perombakan di jajaran direksi yang didominasi perwakilan Garuda. Keputusan itu tertera dalam Surat Pemberitahuan dengan Nomor: 001/Plt.DZ/ET/SJ/IX/2019 yang diperoleh CNBC Indonesia, Selasa (10/9/2019).
Gugatan
Atas langkah Sriwijaya ini, anak usaha Garuda, yakni maskapai penerbangan murah PT Citilink Indonesia resmi menggugat Sriwijaya Group (Sriwijaya Air dan NAM Air) atas dugaan wanprestasi dalam perjanjian bisnis antara kedua grup maskapai penerbangan ini.
VP Corporate Secretary Citilink Indonesia Resty Kusandarina belum menjelaskan secara detail gugatan ini. Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan juga belum memberikan penyataan resmi terkait dengan gugatan ini. Ikhsan hanya berkomentar perlu melakukan komunikasi dengan pihak Citilink.
CNBC Indonesia juga sudah meminta komentar dari manajemen Sriwijaya Air Group, termasuk dari pemilik yakni Chandra Lie, namun hingga kini pengusaha asal Pangkal Pinang itu belum memberikan penyataan.
LANJUT HALAMAN 2: 10 alasan mengapa Sriwijaya direkomendasikan tutup
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2nW4Xj3
via IFTTT
No comments:
Post a Comment