Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak, Robert Pakpahan dalam sebuah presentasi di acara media gathering di Bali, Jumat (2/8/2019).
Dengan capaian tersebut, artinya pertumbuhan penerimaan pajak sepanjang semester I-2019 hanya sebesar 3,74% atau melambat dari periode yang sama tahun sebelumnya (semester I-2018) yang sebesar 13,99%.
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak
|
Penurunan pertumbuhan realisasi pendapatan pajak di semester I-2019 terjadi di hampir semua komponen pembentuknya.
Penerimaan ada pos Pajak Penghasilan (PPh) 21 tumbuh sebesar 14,9% di semester I-2019, melambat dari tahun sebelumnya yang sebesar 22,3%.
Salah satu penyebab perlambatan penerimaan PPh 21 adalah kontraksi sektoral atau penurunan laba perusahaan. Pasalnya, kala laba perusahaan turun, maka utilitas pekerja formal juga ikut turun.
PPh 21 diketahui merupakan pajak yang dikenakan pada karyawan perusahaan.
Sementara penerimaan PPh Orang Pribadi (PPh OP) juga hanya tumbuh sebesar 13,8% yang mana lebih lambat dibanding tahun sebelumnya sebesar 20,1%.
Menurut Robert, perlambatan penerimaan PPh OP terbilang cukup baik karena mencerminkan normalisasi pertumbuhan pasca program Tax Amnesty.
Pada masa program Tax Amnesty (basis 2016-2017), penerimaan PPh OP memang disebut sangat tinggi.
Sementara pajak untuk perusahaan, atau PPh Badan, tumbuh sangat minim, yaitu hanya 3,4% saja. Sangat kontras ketimbang pertumbuhan pada semester I-2018 yang mencapai 23,8%.
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak
|
Ditinjau per sektor usaha, hampir seluruhnya mengalami penurunan pertumbuhan penerimaan pajak.
Di sektor manufaktur bahkan realisasi pajak semester I-2019 tercatat tumbuh negatif 2,6%. Padahal tahun sebelumnya masih bisa tumbuh 13%.
Namun Robert mengatakan hal itu terjadi karena tingginya restitusi atau pengembalian lebih bayar dan moderasi aktivitas impor. Besaran restitusi pajak di sektor manufaktur sepanjang semester I-2019 tumbuh hingga 30,8%.
Itu terjadi pada beberapa sub industri utama seperti logam pertambangan, kimia, dan makanan/minuman.
Sementara jika komponen restitusi dikesampingkan, penerimaan pajak sektor manufaktur masih tumbuh 7,4%. Meskipun juga lebih rendah dibanding tahun sebelumnya.
Cerita yang sedikit berbeda terjadi pada sektor pertambangan. Pertumbuhan penerimaan pajak sektor ini terkontraksi hingga 14%, yang mana jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan semester I-2018 yang mencapai 80%.
Penyebab utamanya adalah harga-harga komoditas tambang yang berguguran di pasar internasional. Tekanan terbesar terjadi pada pertambangan batu bara dan bijih logam.
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak
|
Nasib baik kali ini datang dari sektor transportasi dan pergudangan.
Sepanjang Januari-Juni 2019, pertumbuhan pajak di sektor ini mencapai 23,1%, atau jauh lebih besar dibanding periode yang sama tahun 2018 sebesar 10,7%.
Itu terjadi karena ada peningkatan kinerja pada beberapa sektor utama seperti operator jalan tol, pelabuhan, dan beberapa maskapai penerbangan.
Kondisi tersebut didukung oleh pembangunan infrastruktur yang masif sepanjang pemerintahan Presiden Joko Widodo periode 2014-2019.
TIM RISET CNBC INDONESIA (taa)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/31eSw0e
via IFTTT
No comments:
Post a Comment