Harga emas spot berakhir melemah 0,82% di level US$ 1.414,13 per troy ounce atau Rp 635.449 per gram (kurs US$ 1 = Rp 13.975) pada perdagangan Kamis. Sementara pada hari ini Jumat (26/7/19), logam mulia diperdagangkan di level US$ 1.415,62 atau menguat 0,11% pada pukul 6:20 WIB.
European Central Bank (ECB) yang mengumumkan kebijakan moneter Kamis kemarin menjadi penyebab melemahnya harga emas dunia.
Suku bunga ECB yakni main refinancing rate, lending facility, dan deposit facility masing-masing dipertahankan sebesar 0%, 0,25% dan -0,4%. ECB menyatakan suku bunga akan masih akan di level saat ini atau lebih rendah lagi setidaknya hingga semester I 2020, mengutip CNBC International.
Selain itu ECB juga mengindikasikan akan ada langkah-langkah tambahan untuk menstimulus ekonomi zona euro, termasuk kemungkinan kembali adanya program pembelian aset (obligasi dan surat berharga) atau yang dikenal dengan quantitative easing (QE).
Namun, Presiden ECB Mario Draghi dalam konferensi pers mengatakan kemungkinan zona euro mengalami resesi sangat kecil. Draghi juga mengatakan dalam jangka menengah inflasi diperkirakan akan meningkat akibat berlanjutnya ekspansi ekonomi serta pertumbuhan upah yang cukup bagus.
Pernyataan terkait prospek resesi dan inflasi tersebut bisa jadi indikasi jika ECB tidak akan terlalu agresif dalam memberikan stimulus moneter. Pemangkasan suku kemungkinan akan dilakukan satu kali saja, dan QE (jika ada) juga tidak terlalu besar jumlahnya.
ECB yang tidak terlalu agresif dalam melonggarkan kebijakan moneter memberikan gambaran bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) juga akan bersikap sama.
Sebagai perbandingan, kondisi ekonomi zona euro menunjukkan pelambatan yang signifikan, sektor aktivitas sektor konstruksinya mengalami kontraksi terdalam sejak Desember 2012. Kontraksi juga terjadi dalam enam bulan beruntun. Belum lagi inflasi yang menunjukkan pelambatan.
Sementara ekonomi AS, meski melambat tetapi tidak separah zona euro. Data terbaru bahkan menunjukkan peluang pertumbuhan ekonomi (produk domestik bruto/PDB) AS lebih tinggi dari prediksi.
Departemen Perdagangan AS kemarin melaporkan data pesanan barang tahan lama di bulan Juni naik 2% dari bulan sebelumnya yang turun 2,3%. Sementara pesanan barang tahan inti (yang tidak memasukkan sektor transportasi dalam perhitungan) tumbuh 1,2% dari bulan sebelumnya yang naik 0,4%.
Pesanan barang tahan lama ini menghitung jumlah produk terpesan yang memiliki umur ekonomis lebih dari 3 tahun. Bahkan kategori barang investasi untuk dunia usaha mencatat kenaikan sebesar 1,9%, menjadi yang terbesar dalam empat bulan terakhir.
Melihat perbandingan tersebut, jika ECB dengan ekonomi zona euro yang lesu saja tidak terlalu agresif, apalagi The Fed dengan kinerja ekonomi AS yang masih lumayan.
Ekspektasi The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) pada 31 Juli (1 Agustus waktu Indonesia) sepertinya sudah sirna, tetapi pemangkasan 25 bps hampir pasti terjadi.
Emas merupakan aset tanpa imbal hasil, sehingga semakin rendah suku bunga di AS dan secara global akan memberikan keuntungan yang lebih besar dalam memegang aset ini.
Berdasarkan piranti FedWatch milik CME Group, sampai saat ini pelaku pasar masih melihat peluang The Fed memangkas suku bunga sebanyak tiga kali masing-masing 25 bps di tahun ini.
Peluang tersebut bisa saja berubah lagi merespon data pembacaan awal PDB (advance GDP) AS malam ini pukul 19:30 WIB. Hasil survei Reuters menunjukkan PDB AS di kuartal-II diprediksi tumbuh 1,8% lebih rendah dari kuartal sebelumnya 3,1%. Kemana arah harga emas dunia selanjutnya akan ditentukan rilis data tersebut.
Mendulang Cuan dari Investasi Emas
[Gambas:Video CNBC]
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/hps)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2YmPoxz
via IFTTT
No comments:
Post a Comment