Hal ini ditengarai akan berdampak pada bank-bank yang menyalurkan kredit bilateral maupun sindikasi terhadap Duniatex, salah satunya adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).
Direktur Manajemen dan Risiko BNI Bob Tyasika Ananta menyatakan, saat ini BNI tercatat mempunyai eksposure kredit sebesar Rp 301 miliar terhadap Duniatex untuk kredit sindikasi dan Rp 158 miliar untuk kredit bilateral. Secara keseluruhan, porsi oustanding BNI di tekstil sebesar 7-9% dari total kredit.
"Jadi kalau ditotalkan, kami itu di tekstil Duniatex sekitar Rp 459 miliar," ungkap Bob, saat konferensi pers di Menara BNI, Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Dia menjelaskan, untuk memitigasi risiko kredit Duniatex, saat ini perseran sudah mengantongi jaminan aset senilai 250% dari total eksposure. Saat ini, BNI sudah melakukan komunikasi dengan pemilik untuk menawarkan jaminan berupa tanah, pabrik dan bangunan kepada investor.
"Dari sisi tersebut kami cukup untuk melakukan mitigasi risiko. Sekarang sedang melakukan pembicaraan dengan pemilik." kata Bob menambahkan.
Sebelum gagal bayar mencuat, sebelumnya lembaga pemeringkat global, Standard & Poors (S&P) memangkas peringkat utang jangka pannjang DMDT termasuk juga surat utang unsecured notes yang diterbitkan perusahaan dari BB- menjadi CCC-, atau diturunkan enam notch.
Alasan pemangkasan peringkat DMDT karena perusahaan menghadapi tantangan likuiditas yang besar yang juga sedang dialami oleh Grup Duniatex. Hal ini terlihat dari terlewatnya pembayaran kewajiban bunga atas obligasi senilai US$ 260 juta sekitar dua minggu lalu oleh PT Delta Dunia Sandang Tekstil (DDST). (hps/hps)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2Y94CWB
via IFTTT
No comments:
Post a Comment