Setidaknya, ada 8 pasal kontroversial yang menjadi pemicu terjadinya gejolak di berbagai elemen masyarakat. Salah satu yang cukup menghebohkan, adalah hubungan seks di luar nikah yang terancam pidana.
Dalam KUHP saat ini, zina didefinisikan persetubuhan bila salah satu atau dua-duanya terikat pernikahan. Namun, dalam RUU KUHP, zina diluaskan menjadi seluruh hubungan seks di luar pernikahan.
"Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau isterinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II," demikian bunyi Pasal 417 ayat 1 RUU KUHP.
Detikcom memberitakan, siapakah yang dimaksud 'bukan suami atau istrinya'? Dalam penjelasan disebutkan:
- Laki‑laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
- Perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki‑laki yang bukan suaminya;
- Laki‑laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;
- Perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki‑laki, padahal diketahui bahwa laki‑laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau
- Laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan.
"Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai," demikian bunyi pasal 417 ayat 4 RUU KUHP.
Bila tidak ada aduan orang tua, anak, istri atau suami, maka negara mutlak tidak bisa mengusut kasus itu.
Sejumlah media asing bahkan menyoroti larangan seks pra nikah yang termaktub dalam RKUHP. Salah sau yang paling keras memberikan perhatian, yaitu dari Australia.
Rata-rata media asing menyoroti bagaimana RUU ini bisa berlaku di Bali, salah satu provinsi di Indonesia yang memang menjadi pusat destinasi favorit warga Australia. Hal ini mengingat larangan seks sebelum menikah merupakan hal yang tidak lazim di negara barat.
Dari sekian banyak pemberitaan, ada pula opini yang mewacanakan boikot Bali jika undang-undang ini berlaku.
Sebagaimana dimuat dalam sebuah situs perjalanan Stuff, sebuah media Selandia Baru yang dimiliki Australia, seorang jurnalis memuat opini yang berjudul "Mungkinkah memboikot Bali karena larangan melakukan seks?".
Bukan hanya media, pemberitaan soal larangan seks sebelum menikah ini juga mendapat komentar resmi dari pemerintah. Pemerintah Australia, melalui Departemen Urusan Luar Negeri memberi travel advise bagi warga yang hendak melancong ke Bali.
Media Australia juga menyoroti komentar dari para turis asal negara itu. Sebagian menilai larangan ini sangat mengada-ada. "Ini sangat bodoh. Aku tidak tahu bagaimana mereka akan membawanya ke polisi," kata seorang turis, sebagaimana dikutip 9 News.
Lantaran RUU ini, banyak turis Australia membatalkan kunjungan ke Bali. "Salah satu klienku berkata mereka batal ke Bali karena belum menikah," ujar Elisabeth seorang pemilik perusahaan travel, dikutip dari The Daily Telegraph.
Sebenarnya larangan bagi seks pra nikah juga berlaku di sejumlah negara tujuan turis lainnya. Di Dubai Uni Emirat Arab, pemesan kamar hotel yang berpasangan juga biasa dimintai surat nikah.
Karena hukum syariah yang dipakai, beberapa hotel di negara itu memberi peringatan dalam bentuk pengumuman tertulis pada calon pemesan. Namun permintaan pencantuman surat nikah hanya berlaku di hotel-hotel lokal dan bukan jaringan internasional.
(hps/hps)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2lOaHdS
via IFTTT
No comments:
Post a Comment