Menurut IMF, penting bagi eksportir minyak utama dunia itu untuk meningkatkan posisi fiskal di tengah harga minyak mentah yang rendah.
Dalam laporannya Senin (9/9/2019), IMF mengatakan kebijakan fiskal yang ketat dibutuhkan negara tersebut. Apalagi karena defisit anggaran Arab Saudi, diprediksi akan semakin melebar.
Sebelumnya, Putra mahkota negara ekonomi terbesar Timur Tengah itu, Mohammed bin Salman, sudah menyatakan keinginan untuk diversifikasi sumber anggaran. Sehingga negara itu, tidak bergantung pada minyak lagi.
Negara-negara Timur Tengah baru-baru ini menahan produksi minyak mentah untuk menggenjot pasar. namun sayangnya, permintaan yang melambat dan melemahnya ekonomi global membuat harga semakin tertekan.
Arab Saudi memperkenalkan PPN 5% sejak Januari 2018 lalu. Ini dilakukan untuk meningkatkan pendapatan non-minyak setelah anjloknya harga minyak dari pertengahan 2014, yang menguras pendapatan negara.
Belanja pemerintah naik 6% pada paruh pertama 2019, dibanding periode yang sama 2018 lalu. Hal ini sejalan dengan target anggaran pemerintah, yang memang meningkatkan pengeluaran 7% untuk memacu pertumbuhan.
"Jika harga minyak turun tajam, negara itu akan menghadapi defisit fiskal yang besar, tetapi dengan buffer fiskal yang lebih lemah daripada tahun 2014," tulis IMF lagi.
Sementara itu, ekonom dari MENA di Bank of America Merrill Lynch Jean-Michel Saliba mengatakan pergeseran prioritas pembuat kebijakan mempersulit konsolidasi fiskal negara itu.
"Langkah bertahap dan pelan dalam fiskal yang lebih tinggi, ditambah dengan erosi cadangan fiskal sejak 2014, meningkatkan kerapuhan ekonomi terhadap penurunan berkelanjutan dalam harga minyak," ujarnya.
(sef/sef)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2HZfykn
via IFTTT
No comments:
Post a Comment