Selain opsi menaikkan iuran, pemerintah juga mendorong upaya efisiensi melalui bauran kebijakan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan.
Demikian tertera dalam Rancangan Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 beserta Nota Keuangan seperti dikutip CNBC Indonesia, Selasa (20/8/2019).
Berdasarkan laporan audited Dana Jaminan Sosial (DJS) periode 2014 - 2018, keuangan DJS Kesehatan mengalami defisit yang besaran kewajiban pembayaran klaim layanan kesehatan lebih tinggi dari pada kemampuan BPJS Kesehatan dalam mengumpulkan penerimaan dari iuran peserta.
Sumber utama defisit program JKN adalah ketidakcukupan iuran untuk membiayai program, selain itu terkait tantangan kolektibilitas iuran dari peserta sektor informal dan pengendalian biaya layanan kesehatan.
Guna mengatasi kondisi tersebut, untuk menjaga kesehatan keuangan DJS Kesehatan, sebagai last resort, pemerintah sejak awal penyelenggaraan program telah melakukan intervensi melalui belanja bantuan program JKN dalam APBN.
Tantangan terbesar yang muncul di setiap tahun dari implementasi program JKN adalah dari aspek finansial, di mana kondisi keuangan DJS Kesehatan selalu mengalami defisit dan pemerintah selaku penanggung jawab program harus melakukan intervensi, baik melalui serangkaian kebijakan maupun memberikan suntikan dalam bentuk belanja.
Sehubungan dengan hal tersebut, pada periode sekarang dan yang akan datang, pemerintah memiliki tugas memitigasi defisit DJS Kesehatan demi kesinambungan program JKN-Kartu Indonesia Sehat (KIS).
"Kebijakan untuk mengatasi defisit tersebut antara lain menaikkan iuran JKN sesuai kaidah aktuaria yang berlaku dan mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat, serta upaya efisiensi melalui bauran kebijakan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan," tulis dokumen tersebut
Dokumen itu menuliskan, potensi risiko yang kemungkinan besar tetap terjadi dalam penyelenggaraan JKN tahun 2020 adalah pencapaian target kepesertaan menuju Universal Health Coverage (95 persen dari total penduduk), tingkat kolektabilitas iuran segmen Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU), pengendalian biaya, dan lainnya.
Untuk memitigasi kondisi keuangan DJS Kesehatan tersebut, pemerintah menerapkan bauran kebijakan baik dari aspek penerimaan maupun biaya.
Dantaranya melalui pemanfaatan pajak rokok, intercept DAU pemda atas utang pemda kepada BPJS, perbaikan manajemen klaim fasilitas kesehatan (mitigasi fraud). Termasuk pula, strategic purchasing, perbaikan sistem rujukan dan rujuk balik, batasan maksimal dana operasional dan sinergitas badan penyelenggara.
"Bauran kebijakan dimaksud diharapkan dapat berkontribusi mengurangi defisit. Kekurangan biaya layanan kesehatan yang belum cukup tertutupi melalui intervensi pemerintah dapat menjadi risiko DJS Kesehatan pada tahun selanjutnya," tulis dokumen itu.
Selain tujuh langkah yang disiapkan, pemerintah juga mengkaji mekanisme fasilitas likuiditas perbankan kepada BPJS Kesehatan untuk menutup gagal bayar terjadi pada setiap periode.
Pendekatan ini relatif sama dengan fasilitas supply chain financing rumah sakit oleh perbankan. Hal itu untuk mencegah kejadian gagal bayar klaim oleh BPJS Kesehatan sehingga risiko reputasi pemerintah juga dapat dikelola dengan baik.
Selain itu, tulis dokumen tersebut, upaya lainnya yang sedang dan akan terus dilakukan dalam rangka memitigasi risiko fiskal yang bersumber dari penyelenggaraan program JKN antara lain mengalokasikan dana cadangan defisit Dana Jaminan Sosial Kesehatan di APBN.
Kemudian monitoring dan evaluasi arus kas secara reguler, perbaikan tata kelola program JKN untuk menghindari inefisiensi dan potensi kecurangan (fraud) di fasilitas kesehatan.
Selain itu, mengkaji upaya alternatif lain yang efektif untuk meningkatkan partisipasi segmen kepesertaan PBPU dan upaya lainnya yang dirasa akan membawa dampak perbaikan kondisi keuangan DJS Kesehatan dengan tetap memerhatikan kualitas layanan yang diberikan.
(sef/sef)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2MsoanG
via IFTTT
No comments:
Post a Comment