Pages

Monday, July 22, 2019

Minyak Pertamina Tumpah di Karawang, Mirip Deepwater Horizon?

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah insiden terjadi di pesisir utara Jawa Barat, Jumat (12/7/2019). Saat itu, terjadi kebocoran minyak dan gas di sekitar anjungan lepas pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ). Jarak lokasi sekitar dua kilometer dari pantai utara Jawa, Karawang.

Pertamina menyatakan sudah mengirimkan tim untuk menangani tumpahan minyak tersebut. VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fajriyah Usman, mengatakan pihaknya sudah mengerahkan 27 kapal dan 12 set oil boom untuk mengatasi tumpahan tersebut.

Oil boom adalah peralatan yang digunakan untuk melokalisir atau mengurung tumpahan minyak di air. Penggunaan oil boom merupakan tindakan pertama yang dilakukan ketika terjadi kecelakaan tumpahan minyak. Oil boom ini melokalisir dan mencegah minyak menyebar dan mencemari area yang lebih luas.

"Prioritas utama adalah memastikan keselamatan tim dan masyarakat, serta menyelesaikan permasalahan lingkungan di sekitar lokasi," ujar Fajriyah kepada CNBC Indonesia, Senin (22/7/2019)

Kemudian untuk menjaga agar tidak ada aktivitas nelayan di sekitar lokasi, Pertamina dan PHE ONWJ bekerja sama dengan TNI AL, Satpolairud, dan Pokwasmas, mengerahkan 7 unit kapal Patroli.

"Seluruh upaya tersebut sebagai komitmen dan keseriusan Pertamina dalam mengatasi peristiwa di sumur migas lepas pantau tersebut baik dari aspek operasional maupun lingkungan hidup," kata Fajriyah.

Foto: Tumpahan Minyak Mentah Kotori Pesisir Pantai Karawang (detikcom/Luthfiana Awaluddin)

Pertamina mengajak perusahaan asal Amerika Serikat (AS), Boots & Coots, untuk membantu BUMN migas tersebut menangani dampak paska munculnya gelembung gas di sumur migas lepas Pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ).

Fajriyah menuturkan, penanganan dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak yang kredibel, kompeten, dan memiliki pengalaman terbukti dalam menangani case yang sama. Salah satunya adalah Boot & Coots, yang telah memiliki pengalaman terbukti dalam menyelesaikan peristiwa di Teluk Mexico.

Peristiwa Teluk Mexico ini sendiri sempat jadi sorotan publik bahkan diangkat sebagai film berjudul Deepwater Horizon di 2016. Namun, bukan berarti peristiwa yang dialami Pertamina sama dengan film tersebut.

"Ini tidak merepresentasikan seperti Deepwater Horizon. Jadi bukan merepresentasikan yang kita khawatirkan di Teluk Meksiko," ungkap Direktur Hulu Pertamina Dharmawan Samsu di Jakarta, Senin (22/7/2019).

Memang, sebelumnya, pelaksana tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto pernah mengatakan insiden serupa pernah terjadi di Teluk Meksiko, Amerika Serikat. Insiden itu membuat rig alias bor sumur minyak tenggelam.

"Risiko yang paling fatal adalah rig nya tenggelam, tapi sekarang baru miring 8 derajat, iya kan ada pernah nonton Deepwater Horizon, kejadian paling parah seperti itu. Supaya tidak seperti itu, tergantung kecepatan di bawah itu growing, namanya runtuh, atau kecepatan injeksi semen keluar batas," jelas Djoko di Kementerian ESDM pada Rabu 17 Juli 2019 yang lalu.

Selain itu, Dharmawan menuturkan saat ini perseroan dalam proses 'emergency response'.

"Kita juga minta langkah selanjutnya untuk masyarakat dilarang mendekat. Dan daerah-daerah yang memerlukan penjagaan kami lakukan juga. Ini memastikan dampak ke lingkungan seminimal-minimalnya," kata Dharmawan.

Foto: Tumpahan Minyak Mentah Kotori Pesisir Pantai Karawang (detikcom/Luthfiana Awaluddin)

Adapun, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, menuturkan dirinya juga telah memonitor secara langsung peristiwa munculnya kebocoran gelembung gas di sekitar anjungan pengeboran sumur YYA-1 Blok Offshore North West Java (ONWJ). Jonan mengatakan, kejadian tersebut bukanlah yang pertama, melainkan sudah tiga kali terjadi peristiwa yang sama di blok tersebut.

"Ini adalah kejadian yang ketiga. Anjungan ini adalah salah satu dari tiga yang dibangun putra-putri Indonesia, risikonya besar," ujar Jonan di Gedung BPK, Jakarta, Senin (22/7/2019).

Lebih lanjut, Jonan menuturkan, bisnis hulu migas memang harus mengutamakan keselamatan. Jangan sampai faktor tersebut diabaikan demi efisiensi biaya. Kalau sampai terjadi kecelakaan, kerugian yang timbul pasti besar.

"Risikonya besar, anjungannya pasti (sudah) di-take out keluar. Besar sekali ini (dampaknya). Ini juga mohon ada pemahaman bahwa di pertambangan, ini bukan hanya sekadar teknologi cost saving tapi teknologi buat safety terjamin. Sebab kalau ada kecelakaan, spend a lot of money," ujarnya.

[Gambas:Video CNBC] (miq/miq)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2JVqr7a
via IFTTT

No comments:

Post a Comment