Walaupun demikian rupiah masih mampu bertahan di bawah Rp 14.000/US$ dengan menutup perdagangan pasar spot kemarin (27/7/2019) di level Rp 13.999/US$. Tipis, hanya Rp 1 lagi. Tampaknya ada invisible hand (tangan tak terlihat) yang senantiasa menjaga mata uang Tanah Air.
Lebih lanjut, sejatinya di kawasan Asia tidak hanya rupiah saja yang keok melawan greenback, hampir semua mata uang menghadapi derita yang sama. Yen Jepang dan won Korea Selatan berada menjadi pecundang dengan membukukan pelemahan masing-masing sebesar 0,85% dan 0,65%.
Hanya peso Filipina dan yuan China yang pekan ini mampu melawan balik dengan mencatatkan penguatan tipis masing-masing 0,04% dan 0,03%.
Mata uang Benua Kuning tidak dapat melawan balik tren penguatan yang tercatat pada indeks dolar (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia). Sepanjang pekan ini, dolar AS tak pernah sekalipun masuk ke zona merah. Terus melaju tanpa henti, meskipun penguatanya tipis, hanya 0,71%.
Sentimen yang mendongkrak keperkasaan greenback salah satunya prediksi pasar yang memproyeksi Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) akan memangkas suku bunga 10 basis poin. Bahkan ECB diramal akan kembali menggelontorkan stimulus dengan program pembelian aset (obligasi dan surat berharga) atau yang dikenal dengan quantitative easing (QE).
Alhasil dolar AS memiliki ruang gerak yang lebih besar, karena salah satu kompetitornya sedang tertekan.
Meskipun akhirnya pada Kamis (26/7/2019) Presiden ECB Mario Draghi memilih untuk menahan suku bunga acuan, keputusan tersebut tetap menjadi katalis positif bagi greenback.
Pasalnya, komentar yang menyertai pernyataan Draghi membuat pelaku pasar yakin ECB akan menurunkan suku bunga acuan cepat atau lambat. Alhasil, berinvestasi di mata uang euro menjadi kurang menarik dan pelaku pasar memilih alternatif safe haven lain, yaitu dolar AS.
Belum lagi, rilis data Negeri Paman Sam terbaru juga terbilang tidak terlalu mengecewakan.
Pesanan barang tahan lama di bulan Juni naik 2% dari bulan sebelumnya yang turun 2,3%. Sementara pesanan barang tahan inti (yang tidak memasukkan sektor transportasi dalam perhitungan) tumbuh 1,2% dari bulan sebelumnya yang naik 0,4%, dilansir Trading Economics.
Bahkan kategori barang investasi untuk dunia usaha mencatat kenaikan sebesar 1,9%, menjadi yang terbesar dalam empat bulan terakhir.
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA) (dwa/hps)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2SOA4Zm
via IFTTT
No comments:
Post a Comment